Dear Diary..
Hari ini aku menutup akun Facebook-ku lagi.
Bahkan aku sudah menghapus aplikasi hampir semua social media di handphone-ku.
Tidak ada lagi kabar yang bisa aku dapat selain melalui BB messenger. Aku tahu
dia tidak akan menghubungi aku lagi. Aku tahu hilangnya aku dari hidupnya tidak
mengkhawatirkannya lagi. Sekarangpun dia tidak perlu mengajak aku ibadah bareng
lagi. Aku tidak lagi dapat menyentuh wajahnya, melukisnya perlahan diingatanku.
Tidak lagi dapat menertawakan kekonyolannya yang kadang seperti anak kecil
namun tak membuatku berhenti mencintainya. Aku tidak boleh lagi merindukan kehangatannya.
Aku sadar betul dia kini sudah bersama dengan orang yang lain. Orang yang
sepadan di sisinya. Aku juga tidak perlu lagi merasa marah karena kesibukannya
dan diapun tidak perlu lagi menyuruhku untuk tidak begadang, telat makan dan
tidak perlu lagi repot menggendongku saat aku berpura-pura letih. Walaupun dia
tahu bahwa aku hanya ingin bermanja, dia tidak pernah bereaksi keberatan dengan
semua itu.
Kadang aku merasa marah setiap dia bersikap
manis pada semua wanita, tapi dia hanya meraih tanganku tanpa berucap sepatah
katapun. Dia selalu punya cara agar aku percaya tanpa perlu bersikeras meyakinkanku.
Kadang dia bercerita banyak hal yang tidak aku mengerti namun aku tetap
mendengarkannya. Aku senang mendengar dia bercerita semua hal dan aku sangat
menikmatinya. Aku bahagia bisa mendengar suaranya, bahagia bisa memilikinya
dalam hidupku. Dan aku sangat ingin setiap hari bisa menikmati kebersamaan
bersamanya. Hanya saja, aku tidak cukup sempurna untuk bisa membahagiakannya. Selama
ini aku menghindarinya untuk tidak semakin mencintaiku karena aku tidak ingin
membuat dia terlibat dalam penderitaanku. Namun ternyata, tahun demi tahun
berlalu dan aku tetap saja tidak mampu berhenti untuk memikirkannya.
Setiap kali aku melihatnya bahagia bersama
dengan orang yang sekarang ia cintai, aku tersenyum bahagia. Aku turut larut
dalam kebahagiaannya. Aku sadar aku bukanlah wanita yang terbaik untuk
mendampinginya, aku juga mungkin tidak pantas untuk merasai cintanya. Sekalipun,
aku sangat ingin, benar-benar sangat ingin menjadi ibu bagi anak-anaknya. Aku ingin
melayaninya hingga kami sama-sama menua. Aku ingin mendampinginya, mendengarkan
semua ceritanya, keluh kesahnya, kebosanannya, kemarahannya, keraguannya. Aku ingin
dia selalu menyiapkan air hangat untuk aku mandi, mengajak aku kencan setiap
akhir pekan, memasak makanan yang tidak aku suka dan serba hambar. Aku ingin
menjadi wanita satu-satunya yang ia ajak untuk nonton konser, teater dan
festival Jazz seperti biasanya. Aku mencintai semua yang ada pada dirinya,
kekurangan dan kelebihannya selalu membuat aku tidak menyerah untuk mencintainya.
Namun nyatanya, keadaan yang membuat dia akhirnya memutuskan untuk mencintai
orang yang lain. Aku tidak dapat menyalahkannya, karena aku hanya ingin ia
bahagia dengan apapun yang ia jalani saat ini.
Aku sadar, aku bukanlah orang yang seperti
dulu. Usia lambat laun membuat aku semakin mudah mengerti, mudah untuk
menerima. Karena tidak semua yang aku ingini bisa menjadi milikku. Aku hanya
perlu melangkah maju dan bertahan, meyakini bahwa Tuhanlah yang paling tahu hal
dan waktu yang terbaik untuk diriku dan masa depanku. Aku bersyukur karena Tuhan
memampukan aku untuk lebih bisa mengendalikan diriku. Aku tahu betul jalanku
mungkin tidak akan pernah mudah untuk aku lalui, asal saja aku tetap positif
dan percaya akan kebaikan serta penyertaan Tuhan dan mengingat segala hal-hal
ajaib yang telah Ia nyatakan dalam hidupku, aku pasti bisa menghadapi semuanya.
Dan aku akan selalu siap untuk menjalani apapun yang Tuhan kehendaki untuk aku terima
karena pastilah itu yang terbaik bagi hidupku.
No comments:
Post a Comment