Friday, January 12, 2018

Diary, 130118

Dear Diary..
Hari ini aku menutup akun Facebook-ku lagi. Bahkan aku sudah menghapus aplikasi hampir semua social media di handphone-ku. Tidak ada lagi kabar yang bisa aku dapat selain melalui BB messenger. Aku tahu dia tidak akan menghubungi aku lagi. Aku tahu hilangnya aku dari hidupnya tidak mengkhawatirkannya lagi. Sekarangpun dia tidak perlu mengajak aku ibadah bareng lagi. Aku tidak lagi dapat menyentuh wajahnya, melukisnya perlahan diingatanku. Tidak lagi dapat menertawakan kekonyolannya yang kadang seperti anak kecil namun tak membuatku berhenti mencintainya. Aku tidak boleh lagi merindukan kehangatannya. Aku sadar betul dia kini sudah bersama dengan orang yang lain. Orang yang sepadan di sisinya. Aku juga tidak perlu lagi merasa marah karena kesibukannya dan diapun tidak perlu lagi menyuruhku untuk tidak begadang, telat makan dan tidak perlu lagi repot menggendongku saat aku berpura-pura letih. Walaupun dia tahu bahwa aku hanya ingin bermanja, dia tidak pernah bereaksi keberatan dengan semua itu.
Kadang aku merasa marah setiap dia bersikap manis pada semua wanita, tapi dia hanya meraih tanganku tanpa berucap sepatah katapun. Dia selalu punya cara agar aku percaya tanpa perlu bersikeras meyakinkanku. Kadang dia bercerita banyak hal yang tidak aku mengerti namun aku tetap mendengarkannya. Aku senang mendengar dia bercerita semua hal dan aku sangat menikmatinya. Aku bahagia bisa mendengar suaranya, bahagia bisa memilikinya dalam hidupku. Dan aku sangat ingin setiap hari bisa menikmati kebersamaan bersamanya. Hanya saja, aku tidak cukup sempurna untuk bisa membahagiakannya. Selama ini aku menghindarinya untuk tidak semakin mencintaiku karena aku tidak ingin membuat dia terlibat dalam penderitaanku. Namun ternyata, tahun demi tahun berlalu dan aku tetap saja tidak mampu berhenti untuk memikirkannya.
Setiap kali aku melihatnya bahagia bersama dengan orang yang sekarang ia cintai, aku tersenyum bahagia. Aku turut larut dalam kebahagiaannya. Aku sadar aku bukanlah wanita yang terbaik untuk mendampinginya, aku juga mungkin tidak pantas untuk merasai cintanya. Sekalipun, aku sangat ingin, benar-benar sangat ingin menjadi ibu bagi anak-anaknya. Aku ingin melayaninya hingga kami sama-sama menua. Aku ingin mendampinginya, mendengarkan semua ceritanya, keluh kesahnya, kebosanannya, kemarahannya, keraguannya. Aku ingin dia selalu menyiapkan air hangat untuk aku mandi, mengajak aku kencan setiap akhir pekan, memasak makanan yang tidak aku suka dan serba hambar. Aku ingin menjadi wanita satu-satunya yang ia ajak untuk nonton konser, teater dan festival Jazz seperti biasanya. Aku mencintai semua yang ada pada dirinya, kekurangan dan kelebihannya selalu membuat aku tidak menyerah untuk mencintainya. Namun nyatanya, keadaan yang membuat dia akhirnya memutuskan untuk mencintai orang yang lain. Aku tidak dapat menyalahkannya, karena aku hanya ingin ia bahagia dengan apapun yang ia jalani saat ini.

Aku sadar, aku bukanlah orang yang seperti dulu. Usia lambat laun membuat aku semakin mudah mengerti, mudah untuk menerima. Karena tidak semua yang aku ingini bisa menjadi milikku. Aku hanya perlu melangkah maju dan bertahan, meyakini bahwa Tuhanlah yang paling tahu hal dan waktu yang terbaik untuk diriku dan masa depanku. Aku bersyukur karena Tuhan memampukan aku untuk lebih bisa mengendalikan diriku. Aku tahu betul jalanku mungkin tidak akan pernah mudah untuk aku lalui, asal saja aku tetap positif dan percaya akan kebaikan serta penyertaan Tuhan dan mengingat segala hal-hal ajaib yang telah Ia nyatakan dalam hidupku, aku pasti bisa menghadapi semuanya. Dan aku akan selalu siap untuk menjalani apapun yang Tuhan kehendaki untuk aku terima karena pastilah itu yang terbaik bagi hidupku.

No comments:

Post a Comment

Sunday Diary, 280118

Dear Diary.. Tiba-tiba saja koko menghubungiku lagi. Entah harus senang atau tidak, yang jelas perasaanku mulai datar. Bahkan aku memutusk...