Monday, May 1, 2017

Monday, 010517

       Menghabiskan waktu seharian dengan menulis sambil minum teh adalah hal yang menyenangkan  bagiku. Dalam kesendirianku, aku terbiasa bermain-main dengan pikiranku, memikirkan banyak hal sampai mengkhayalkan mimpi terbesarku. Sebuah mimpi yang mungkin terlihat mustahil, namun sangatlah indah. Aku membayangkan diriku saat aku menerima pengakuan dari banyak orang atas karyaku. Membayangkan banyaknya manfaat dan nilai positif yang dapat aku hasilkan dari hidupku untuk orang lain. Membayangkan tulisan-tulisanku akan tetap dibaca dan dikenang banyak orang sekalipun ragaku telah merenta bahkan mati. Membayangkan aku bisa memuaskan hasratku untuk membangun rumah yang indah untuk aku dan orangtuaku. Membayangkan aku dapat membangun bisnis keluarga sendiri, sehingga adik-adikku, kakakku, kami semua tidak perlu lagi merasakan luntang-lantung dan berpencar merantau hanya untuk mencukupi biaya hidup. Membayangkan aku bisa membahagiakan orangtuaku, sehingga mama tidak perlu lagi berambisi untuk keluar dari kesusahan yang menghantuinya sejak kecil, dan papa, tidak perlu lagi bersusah untuk berjerih payah mengurusi warung kecil kami yang penghasilannya hanya cukup untuk makan mereka sehari-hari. Membayangkan, aku bisa membawa serta keluarga besarku untuk berkunjung ke Holy Land. Waw luar biasa, bukan..?! Bagiku atau mungkin bagi banyak orang, ini adalah khayalan terindah. Dan aku rela membiarkan otakku bekerja seharian terlena untuk mencari tahu bagaimana tahap demi tahap sehingga aku bisa dekat dengan mimpi-mimpi terindahku itu.
            Di penghujung hari aku membenamkan lamunanku. Kadang aku menitikkan air mata, kadang juga aku tertawa sendiri. Apakah mimpi ini terlalu tinggi untuk aku raih bagi seorang aku yang tidak terlalu pandai dan tidak memiliki pengetahuan yang banyak dalam menulis? Aku menulis hanya untuk menyenangkan hari-hariku yang sepi. Menulis bagiku teman bicara yang paling efektif dalam mengusir kesadaranku akan rasa sepi yang menjangkitiku bertahun-tahun. Bahkan aku sendiri ragu akankah ada orang yang dengan setia mendengarkan ceritaku, membaca tulisanku yang datar. Dulu.. Sangat dulu sekali, ada seseorang yang aku selalu ingat akan setia mendengarkanku tanpa peduli isi cerita itu tentang marahku, sedihku, bahagiaku, ataupun kekhawatiranku. Seseorang yang membuat hatiku tak bisa lagi mencintai orang yang lain. Seseorang yang saat ini aku yakini telah terhenti mendengarkan aku. Seseorang, yang bahkan wajahnya saja tidak pernah lagi mengisi galeri di telepon selulerku, tapi tidak pernah ranum dalam ingatanku yang perlahan menua. Seseorang yang mungkin saat ini sedang sibuk mendengarkan cerita wanita yang lain. Ah.., berulangkali aku menasihati hati dan pikiranku untuk tidak memikirkannya. Tapi, bukankah kebodohan itu sesekali datang bukan berarti aku masih tidak menerima takdirku untuk terpisah darinya?!
            Perjalanan hidup ini memang tidak pernah mudah bagiku. Aku tidak bisa menyalahkan orangtuaku yang menaruh harapan sepenuhnya kepadaku, sekalipun aku bukanlah anak pertama. Sekalipun, tak bisa dipungkiri, kita akan selalu bertemu ‘badai’ sesekali bahkan bersekian kali. Kelamaan, aku menertawai semesta yang selalu mudah ditebak karena mengijinkan semuanya itu. Seakan bicara pada diriku bahwa aku perlu sering-sering mempelajari proses agar terbiasa tetap tenang dalam melalui segala kemungkinan pergumulan yang datangnya kadang mendadak. Hidup memang tidak selalu tentang hal-hal yang indah. Dalam kegelisahanku, aku sering menangis, merasai kerapuhanku. Tidak ada satupun orang yang tahu dan dapat memahaminya. Sayangnya pula, tak satupun diantara orang terdekatku yang memberikanku dukungan manis dengan berkata : “Jangan sedih, kamu pasti bisa melewatinya. Aku selalu dukung kamu dalam doa. Kamu harus tetap kuat yah..”. Kalimat yang biasa aku sampaikan pada mereka dalam menunjukkan empatiku, tapi sebaliknya tak pernah aku dengar dari mereka. Hal yang menjadikanku pribadi yang tertutup, menyimpan semua masalahku dalam-dalam sambil berusaha tetap tersenyum. Itulah sebabnya terkadang aku benci dunia luar dengan segala keegoisannya, tapi terlampau sering merindui eforia alam yang bertawa lepas, mengenyahkan pekat. Hingga aku menyadari, cinta yang diberikan mereka bukan seperti itu, sekalipun aku memahami mereka mencintai aku, aku tidak perlu mengharap orang lain berbuat hal yang sama dengan apa yang aku lakukan. Karena aku tahu, cara orang dalam mencintai itu berbeda.
            Kehilangan orang yang kita cintai memang hal yang paling menyakitkan dalam hidup. Beruntunnya aku ditinggalkan, kadang membuat aku didera kesepian yang kepahitannya melebihi maut (hal yang aku sampaikan dalam tulisanku berjudul “sepi”). Tapi mimpi besarku tadi selalu jadi  penghiburku untuk bertahan. Aku masih memiliki keluarga dan teman-teman. Dan yang paling penting, aku masih memiliki Tuhan. Aku masih memiliki banyak harapan dan cinta. Aku percaya, entah bagaimana, aku akan memiliki hidup yang lebih bernilai bagi orang lain, setidaknya aku bisa didengar walau mungkin hanya oleh satu orang dalam hidupku. Aku percaya, suatu saat nanti aku pasti bisa meraih mimpiku. Aku ingat, Miss Merry Riana dalam buku berjudul Langkah Sejuta Suluh didalamnya terdapat kalimat : apabila kita mengatakan “bisa”, itu sudah membawa kita pada 50% pencapaian keberhasilan kita. Yang penting aku harus mengerahkan semua kemampuan dan tekadku untuk terus belajar dan tidak menyerah. Hard work always pays off!

No comments:

Post a Comment

Sunday Diary, 280118

Dear Diary.. Tiba-tiba saja koko menghubungiku lagi. Entah harus senang atau tidak, yang jelas perasaanku mulai datar. Bahkan aku memutusk...